Kepentingan Memahami Seerah Rasulullah SAW

Muqaddimah /Makna Sirah /Sumber-sumber Kajian Sirah Nabawiyah/ Karakteristik Sirah Nabawiyah/ Fungsi Sirah Nabawiyah /Penutup


I.Muqaddimah

· Tidak ada satu pun biografi kehidupan seseorang di dunia ini selengkap biografi Rasulullah SAW.

· Kita boleh menyemaknya mulai dari masa pernikahan Abdullah dan Aminah -ayah bunda beliau- sampai dengan wafatnya.

· Kita boleh mengenal jelas waktu kelahirannya, masa kecil dan masa mudanya. Apalagi setelah beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul, dengan terperinci.

· Biografi beliau merupakan sejarah lengkap kehidupan seorang manusia yang dimuliakan dengan risalah Allah, yang tidak terlepas dari sisi-sisi kemanusiaannya.

· Maka sangatlah relevan bila Allah SWT memerintahkan agar individu Muhammad SAW diteladani dan dijadikan rujukan hidup umat manusia.

· Firman Allah : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)

· Kehidupan beliau sangat kompleks, menyangkut segala aspek kehidupan, sehingga tidak ada satu sisi pun dari kehidupan manusia yang terlepas dari sisi kehidupan beliau.

· Beliau adalah seorang suami terbaik dari beberapa orang isteri, seorang ayah terbaik dari beberapa orang anak, seorang datuk terbaik dari beberapa orang cucu, seorang mertua terbaik dari beberapa orang menantu, seorang menantu terbaik dari beberapa orang mertua, seorang pemimpin yang adil, seorang panglima yang cerdas, seorang politikus yang ulung, seorang yang paling sukses dalam dakwahnya, dan kesemuanya itu dilandasi dengan keagungan akhlak beliau. Firman Allah : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam : 4)

· Biografi beliau juga merupakan petunjuk praktis dan aplikatif bagi umat manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah dan pelaksana hukum Allah (Al Qur’an) di muka bumi ini.

· Aisyah ra. menyimpulkan : “Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an”

· Al Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa yang beliau perbuat adalah apa yag beliau fahami dari al Qur’an.”

· Oleh karena itu, memahami biografi beliau merupakan bahagian yang tidak terpisah dari memahami Islam itu sendiri, karena ia adalah saksi nyata, saksi hidup dari buah Iman dan keyakinan yang mantap terhadap Dienul Islam, yang terjelma pada sosok pemimpin teladan yang agung, juga tercermin dalam kehidupan generasi pertama yang tumbuh hidup ditangan didikan beliau sendiri.

· Biografi Rasulullah SAW ini kita kenal sekarang dengan istilah Sirah Nabawiyah.



II.Makna Sirah

· Ibnu Mandzur dalam ‘Lisanul Arab’ mengatakan bahwa As Sirah menurut bahasa berarti kebiasaan, jalan / cara, tingkah laku.

· Sedangkan menurut istilah umum, berarti rincian hidup seseorang atau sejarah hidup seseorang.

· Namun sudah menjadi kesepakatan umat manakala menyebut as-Sirah, yang dimaksud adalah as-Sirah an-Nabawiyah artinya sejarah hidup Rasulullah SAW dan kini sudah menjadi satu nama / istilah dari disiplin ilmu tersendiri.

· Para ulama ahli sejarah dahulu memakai istilah ‘Ilmu peperangan dan Sejarah’ .

· Pada dasarnya pembahasan Sirah Nabawiyah mencakup 3 bahasan pokok :

1. Sejarah kehidupan Rasulullah SAW sejak tanda-tanda kenabian (sejak lahir) sampai wafatnya.

2. Sejarah kehidupan para sahabat yang beriman dan berjihad bersama beliau.

3. Sejarah penyebaran Dienul Islam yang dimulai turunnya Al ‘Alaq di gua Hira sampai berduyun-duyun umat manusia di jazirah Arab memasuki Islam.

III.Sumber-sumber Kajian Sirah Nabawiyah

1. Al Qur’an: Al Qur’an merupakan sumber pokok kajian Sirah nabawiyah, karena Al Qur’an merupakan data paling tepat untuk catatan semua peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi di alam ini.

· Yang menuturkannya adalah satu-satunya saksi sejarah yang masih hidup dan tidak akan pernah mati, bahkan Allah sendirilah pemprogram semua peristiwa sejarah itu.

· Tetapi Al Qur’an sendiri tidak secara rinci memuat peristiwa-peristiwa sejarah, hanya secara global saja.

· Oleh karena itu kita tidak hanya cukup bersandar pada Al Qu r’an saja dalam kajian Sirah Nabawiyah ini, tetapi perlu didukung oleh sumber-sumber lainnya.

2. As Sunnah An Nabawiyah Ash Shahihah: Yakni Sunnah yang telah dihimpun oleh para ulama hadits dengan cara periwayatan yang sangat cermat, seperti 6 kitab standard dalam ilmu hadits : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan At-Tirmidzy. Juga Muwaththa’ Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad boleh dijadikan sumber kajian Sirah.

3. Kitab-kitab Sirah, Dalail dan Syama’il. Seperti Sirah Ibnu Hisyam karya Abu Muhammad Abdul Malik Ibn Ayyub Al Humairy (213 atau 218 H), Thabaqat Al Kubra (Thabaqat Ibnu Sa’ad) karya Muhammad Ibnu Sa’ad Ibnu Munei’ Az-Zuhry (168 - 230H), Tarikh Ath-Thabary karya Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabary (223 - 310 H), Dala’ilunnubuwwah karya Al Imam Al Baihaqy, Asy-Syamail karya Al Imam At-Turmudzy, Al-Khashaish Al Kubra karya Imam As-Suyuthy, dll.

IV.Ciri-ciri Sirah Nabawiyah

· Ciri-ciri Sirah Nabawiyah sangat terkait dengan karakteristik Al Qur’an dan As-Sunnah, karena ketiganya merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan.

· Namun di sisi lain ada perbedaan-perbedaan yang disebabkan karena unsur kemanusiaan peribadi Rasulullah SAW. Asy-Syumul (Universal), yakni mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Karena beliau diutus untuk dicontoh dan dijadikan tauladan oleh umat manusia.

· Al-Mahfudh (Terpelihara), yakni Allah SWT memelihara Sirah Nabawiyah seperti Sunnah Nabawiyyah, karena pemeliharaan keduanya merupakan indikasi pemeliharaan terhadap Al Qur’an sendiri. Al-’Amaliyyah (Aplikatif), yakni Sirah Nabawiyah sangat mungkin untuk diaplikasikan dalam setiap masa, setiap tempat dan keadaan serta setiap permasalahan.

V.Fungsi Sirah Nabawiyah Mengkaji Sirah Nabawiyah

· Fungsi Sirah Nabawiyah Mengkaji Sirah Nabawiyah dan memahaminya bukanlah seperti merenungkan peristiwa-peristiwa sejarah, bukan pula menguraikan keindahan tutur kata dari pencatatan suatu peristiwa, sebagaimana pencatatan sejarah hidup seorang raja atau pemimpin biasa.

· Akan tetapi bertujuan supaya seorang muslim mempunyai gambaran nyata tentang hakikat Islam yang sebenarnya, yang tercermin dalam sosok kehidupan Rasulullah SAW.

· Jadi tiada lain kecuali suatu usaha aplikatif untuk merealisasikan hakikat Islam yang sempurna.

· Fungsi memahami Sirah Nabawiyah tercermin dalam point-point berikut:

Meletakkan dasar yang kuat tentang Kerasulan Muhammad SAW. yang hasil darinya:

· membenarkan setiap apa yang beliau khabarkan (QS 53:3-4),

· mentaati apa yang diperintahkan (QS. 4:59),

· menjauhi apa yang beliau larang (QS 59:7)

· beribadat menurut syari’atnya dan

· mencintainya (QS 9:23-24).

· Bersabda Rasulullah SAW: “Tidak beriman seseorang (dengan sempurna) di antara kalian kecuali aku lebih dicintai dari pada dirinya sendiri, orang tua dan seluruh manusia.”

· Dengan dasar ini maka secara langsung merupakan senjata yang ampuh dan kuat untuk menangkis setiap serangan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam yang selalu berupaya melontarkan syubuhat (kerancuan-kerancuan) tentang kebenaran risalah dan kenabian Muhammad SAW.

· Mereka bertujuan supaya kalimat kedua dari dua kalimat syahadat hanya menjadi pemanis bibir dan hiasan basa-basi pada percakapan resmi. Penjelmaan di hadapan seorang muslim sebuah sosok yang jelas dengan sisi-sisi kehidupan yang patut dicontoh sebagai aplikasi dari ayat 21 surat Al-Ahzab, sehingga mendapatkan contoh yang nyata dalam pelaksanaan Dienul Islam.

· Akan tetapi sayangya, sejarah hidup Rasulullah SAW untuk sementara ini hanya sekedar buku bacaan yang terkadang tidak difahami karena berbahasa arab, interaksi dengannya hanya sebatas seremonial / ritual yang belum tentu didizinkan oleh Allah dan RasulNya.

· Hasilnya umat Islam sudah kehilangan figur contoh dan idolanya.

· Kajian Sirah Nabawiyah membantu dalam menelaah Kitabullah (Al Qur’an), merasakan ruhnya dan menangkap pesan-pesannya. Dengan demikian Al Qur’an difahami dengan benar, baik secara tektual ataupun kontektual.

· Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang tidak bisa difahami / ditafsirkan secara benar kecuali dengan merujuk kepada Sirah Nabawiyah yang berkaitan dengan ayat-ayat itu.

· Sebagai contoh surat Al-Anfal. Surat ini hanya bisa difahami dan bisa diambil ibrahnya manakala kita baca Sirah Nabawiyah tentang perang Badar.

· Kajian Sirah Nabawiyah memberikan manhaj (methode) yang jelas bagi para da’i untuk meneruskan perjuangan mulia para Nabi dan Rasul. Juga memberikan gambaran susunan agenda dan alpabeta kerja da’wah secara rinci dan jelas.

· Dalam perjalanan da’wah Rasulullah SAW, di kenal dua buah fase/tahapan da’wah :

Fasa Makkiyah (selama beliau berda’wah di Makkah).

1. Penekanan dengan penyampaian dan penyebaran da’wah, baik secara rahasia ataupun secara terang-terangan, dimulai dari keluarga terdekat, sebagai penyelamatan manusia dari kesesatan kepada petunjuk yang terang, mengeluarkan umat manusia dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam yang terang benderang.

2. Penekanan dengan mendidik / mentarbiyah orang-orang menerima da’wah dan beriman kepada da’wah beliau, mentazkiyah / menyucikan jiwa mereka, untuk membentuk basis masyarakat Islami dengan jalan: -mengajarkan Dienul Islam -mengaplikasikan Islam dalam kehidupan mereka. -memperdalam makna ukhuwah islamiyah di antara mereka -saling berwasiat dengan haq dan kesabaran

3. Berusaha untuk tidak memberikan perlawanan secara fisikal terhadap gangguan dan rintangan da’wah, cukup dengan jihad da’wah. Padahal musuh-musuh Islam menyerangnya dengan berbagai kekuatan fisikal. Bahkan Khobbab ibn Al-Arot ra pernah mengadu kepada Rasulullah SAW tentang siksaan yang diderita oleh shahabat yang lain. Shahabat Khobbab lalu mengusulkan agar kaum Muslimin diizinkan memberikan perlawanan fisikal atau Rasulullah berdo’a kepada Allah untuk kehancuran orang-orang kafir. Tapi beliau menganggap tindakan itu sebagai langkah isti’jal (ketergesa-gesaan).

4. Terus bergerak dengan da’wah, tidak terfokus pada Makkah saja, hijrahnya beberapa orang ke Habasyah, perginya beliau ke Tha’if, usaha beliau untuk menjalin hubungan dengan jemaah haji yang datang ke Makkah di musim haji merupakan bukti amanah beliau dalam menyampaikan Risalah Islam.

5. Kesinambungan kerja dalam meletakkan strategi dan langkah-langkah untuk masa depan da’wah islamiyah. Seperti mengadakan perjanjian dan sumpah setia (bai’at) dengan orang-orang Yatsrib; kemudian mengutus Mus’ab bin Umair kepada mereka untuk mengajarkan Al Qur’an dan Islam; berusaha memiliki kontak dengan kabilah-kabilah di luar kota Makkah untuk mencari suaka dan tempat berlindung; Dan akhirnya beliau hijrah ke Yathrib/Madinah dengan strategi yang sangat rapi dan matang.

Zaman Madaniyah (selama beliau berda’wah di Madinah)

1. Penekanan dalam pemantauan proses penyampaian da’wah, tarbiyah dan tazkiyah kepada orang-orang yang menerima da’wah dengan cara penyampaian Al Qur’an, mengajarkannya dan menerapkannya dalam kenyataan hidup mereka. Juga kepentingan pembangunan masjid sebagai tempat pembinaan umat, mempersaudarakan antara orang-orang Ansar dan Muhajirin serta terus mempererat hubungan persaudaraan di antara mereka.

2. Penuh perhatian dengan berdirinya suatu tatanan masyarakat atau tata perlembagaan masyarakat Islami (daulah) setelah ketiga unsurnya sempurna, yaitu: - adanya basis masyarakat yang beriman, hal ini sudah beliau persiapkan sejak diutusnya Mus’ab bin Umair ke Yatsrib sebelum Hijrah. - adanya basis geografis yang aman, di mana kota Yathrib sangat strategis kalau dilihat dari berbagai aspeknya, di samping sebagai realisasi petunjuk Allah dalam mimpi beliau (mimpi seorang Nabi merupakan wahyu yang benar). - adanya aturan hidup yang jelas, yakni syari’at Islam yang terus mengatur interaksi masyarakat.

3. Penekanan pada melaksanakan aplikasi syari’at Islam bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, baik untuk perorangan atau masyarakat luas. Malah beliau menegaskan, putri beliau tercinta pun tidak akan lepas dari hukum tersebut, apabila ia melanggar.

4. Berusaha mengadakan perdamaian dengan musuh-musuh Islam yang mahu berdamai dan berusaha untuk hidup berdampingan dalam suatu tatanan masyarakat Islami.

5. Menghadapi musuh-musuh Islam yang berusaha menyerang dengan jalan melakukan peperangan, mengadakan latihan dan patroli ketenteraan serta terus mengadakan mobilisasi pasukan mujahidin yang siap tempur bila saja beliau minta. Sebagai contoh adalah kesah Hanzalah. Beliau tidak sempat mandi junub setelah malam pengantinnya karena mendadak ada penggilan jihad menuju Uhud. Di dalam perang Uhud sahabat Hanzalah syahid. Malaikatlah yang memandikan beliau sebelum akhirnya dikuburkan oleh kaum muslimin.

6. Merealisasikan Alamiyatudda’wah Al-Islamiyah, sebagai Rahmatan lil ‘Alamin dengan cara mengirim utusan-utusan dan surat-surat da’wah ke berbagai daerah atau negara tetangga serta menerima tamu-tamu dari utusan negara lain sebagai bukti bahwa da’wah beliau untuk seluruh umat manusia.

7. Kajian Sirah Nabawiyah termasuk aktiviti ilmiah kita yang bernilai ibadah. Ayat 21 surat al-Ahzab secara jelas memerintahkan kita berqudwah kepada Rasulullah SAW. Tidak mungkin kita boleh berqudwah kepada beliau kecuali dengan mengenal, mengkaji dan memahami Sirahnya. Dalam kaidah syar’iyyah sering kita jumpai: “Segala sesuatu yang mendukung sempurnanya suatu kewajiban, maka hukumnya wajib”.

8. Dengan mempelajari Sirah Nabawiyah, Umat Islam secara tidak langsung mempunyai standard baku dan benar dalam menilai keadaan kehidupan masyarakat semasa, di mana masa kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya merupakan puncak kesempurnaan dari kehidupan umat manusia sepanjang sejarah.

VI.Penutup

· Para ulama Salaf (terdahulu) dan Khalaf (kontemporari) sangat mengambil berat dengan kajian Sirah Nabawiyah.

· Ali Ibn Al-Hasan menuturkan:”Kami mengajarkan Maghazi (peperangan) Nabi SAW seperti kami mengajarkan salah satu surat dari Al Qur’an”. Lihat Al-Bidayah Wan-Nihayah - Ibn Katsir juz 3 hal. 241.

· Urwah ibn Az-Zubair ibn Awwam (23 H - 93 H) adalah orang yang pertama mentadwin peristiwa-peristiwa Sirah yang ia dengar dari para shahabat, kemudian Aban ibn Utsman ibn Affan (32 H - 105 H), Abdulloh ibn Abu Bakar Al-Anshary ( wafat 124 H ), Muhammad ibn Muslim ibn Syihab Az-Zuhry ( 50 H - 124 H ) dll.

· Di kalangan ulama semasa, kajian Sirah Nabawiyah tetap bersandar kepada apa yang ditulis oleh para ulama salaf, tapi lebih dititikberatkan kepada ibrah dan komentar-komentar untuk dijadikan bahan pemahaman mendalam. Seperti „Fiqhus Sirah” karya Syekh Muhammad Al-Ghazali) (sudah diterjemahkan) dan masih banyak buku-buku sejenis yang belum diterjemahkan.

Semoga makalah sederhana ini menjadi penyulut semangat kita dalam mengkaji Sirah Nabawiyah selanjutnya.



Daftar Pustaka:

1. As-Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam.
2. Fiqhus-Sirah An-Nabawiyah, Munir Muhammad Ghadban, Ummul Quro University, cet. I, th 1989.
3. Fiqhus-Sirah, Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Darul Fikry, cet. 2 th. 1980.
4. As-Sirah An-Nabawiyah (durus wa’ibar). Dr. Musthafa As-Siba’y, Al-Maktab Al-Islami, cet. 7, th. 1984.
5. Syu’aun min As-Sirah An-Nabawiyah, Dr. Rajih Abd. Hamid Al-Kurdy, Darul Furqan, cet. I, th. 1985


Right Click "Save Target As" untuk download kitab² sirah karangan ulama' kontemporari

As-Sirah An-Nabawiyah (durus wa’ibar) oleh Sheikh Dr. Musthafa As-Siba’y
A-Raheeq al-Makhtum oleh Sheikh Safy al-Rahman al-Mubarakfuriyy
Read more!

MELIHAT SIRAH MELEPASI BATAS SEJARAH

Saudara kaum muslimin rahimakumullah

Pada hari Jumaat yang barakah ini, dalam bulan Rabi’ul awal yang penuh bersejarah ini, melalui mimbar yang mulia ini, saya menyeru diri saya serta saudara-saudara sekelian, sama-sama meningkatkan ketaqwaan kepada Allah s.w.t agar kita senentiasa mendapat hidayah dan taufiqNya di sepanjang pelayaran hidup kita di dunia yang fana’ ini. Firman Allah s.w.t dalam surah al-Ahzab ayat 21:

Yang bermaksud “Sesungguhnya terdapat bagi kamu pada diri Rasulullah s.a.w. (secara keseluruhannya) contoh yang terbaik, bagi mereka yang mengharapkan Allah s.w.t. dan hari akhirat, dan mengingati Allah dengan sebanyaknya”

Pada khutbah minggu lalu, saudara-saudara telah dibekalkan dengan ilmu tentang Perlaksanaan Sunnah yang sebenarnya secara menyeluruh. Pada minggu ini pula, khutbah ini akan mengupas lebih lanjut tajuk berkaitan sunah iaitu “Melihat Sirah Melepasi Batasan Sejarah”.

Saudara-sauadaraku yang dirahmati sekelian,

Sebelum kita mampu melihat sirah melepasi batasan sejarah, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai matlamat tersebut. Antaranya, yang pertama, kita perlu kenal, siapakah Nabi Muhammad s.a.w?.

Namanya begitu mulia sehingga jutaan bibir dan jutaan hati senentiasa bergerak dan berdenyut menyebut namanya sejak seribu empat ratus tahun yang lalu dan akan terus disebut hingga akhir zaman. Namanya dilaungkan dalam azan dan disebut bergandingan dengan nama Allah s.w.t.

Dialah manusia yang telah menjejakkan kakinya ke sidratul muntaha (tempat yang tertinggi) yang tidak tercapai oleh seorang manusia lainpun. Dialah manusia yang pertama memberikan syafaatnya di padang mahsyar dan manusia pertama yang akan membuka pintu syurga. Itulah manusia yang bernama Muhammad s.a.w. Nabi dan Rasul junjungan.

Peranan kedua ialah, mengkaji dan menganalisa sejarah perjuangan baginda. Sebagai contoh, tidak sampai 150 tahun selepas Baginda mengutus surat kepada raja-raja Kisra dan Rom serta penguasa-penguasa lain supaya memeluk Islam, panji Islam telah berkibaran sampai ke Andalus di Eropah barat, ke India dan ke Asia Timur juga negeri-negeri Syam, negeri-negeri Arab, Afrika dan Teluk Balkan. Apakah punca kejayaan Nabi s.a.w dalam dakwahnya, sehingga dapat diterima dengan cepat?.

Inilah faktor yang perlu kita analisa. Kita tidak boleh mempelajari sirah sepertimana kita membaca sejarah-sejarah lama sekadar untuk menambahkan maklumat semata. Kita bertanggungjawab mengkaji rahsia kejayaan Rasulullah s.a.w. dan mengambil iktibar dari contoh-contohnya yang mulia.


Sidang Jumaat yang di Rahmati Allah,

Adapun peranan yang ketiga, Kita perlu menghayati sirah dan mengaitkannya dengan kehidupan masakini. Sebagai contoh, Semasa di Makkah, Rasulullah s.a.w hidup dikelilingi dengan masyarakat yang kebanyakannya bukan beragama Islam, akan tetapi baginda telah menunjukkan contoh tauladan yang begitu baik, sehingga baginda digelar al-amin (yang jujur) oleh kaumnya. Kerana sifat amanahnya, baginda sering diberikan kepercayaan oleh kaumnya sebagai penyimpan amanah berupa harta benda dan wang ringgit.

Ketika baginda diperintah meninggalkan Makkah untuk hijrah ke Madinah, semua amanah (harta benda) tersebut di serahkan kepada saidina Ali r.a. untuk dikembalikan kepada tuannya masing-masing, sedangkan mereka bukanlah orang Islam.

Kita juga boleh melakukan demikian.Kita perlu menanamkan sifat jujur dan amanah kepada sesiapa pun, bahkan kepada teman-teman dan jiran tetangga yang bukan beragama Islam sekalipun. Ini adalah satu cara kita menghayati sirah dan mengaitkannya dengan kehidupan seharian. Jika tidak, mempelajari sirah tidak ubah seperti kita membaca cerita-cerita dongeng atau sebagai penglipur-lara dan tidak melebihi batasan sejarah.

Keempat, memahami sirah melalui hikmah. Inilah sebenarnya peranan kita dalam melihat sirah melepasi batasan sejarah, menghidupkan semula watak-watak yang pernah di paparkan oleh baginda s.a.w. Dengan lain perkataan, menghayati sirah rasul bukan bererti kita mengikuti 100% cara kehidupan nabi s.a.w yang lahiriah sahaja dan kehidupan zaman silam tanpa menilai hikmah disebaliknya.

Sebagai contoh, dapur baginda jarang berasap, hidupnya sangat sederhana. Apakah kita perlu melakukan perkara serupa kerana beranggapan mengikuti yang lahiriah itu sahajalah sunnah baginda sehingga menyusahkan diri sendiri dan dipandang hina oleh masyarakat?

Rasulullah s.a.w hidup demikian, ada hikmah disebaliknya. Antaranya, agar menjadi tauladan kepada para pemimpin dan manusia sejagat, bahawa kekayaan bukanlah menjadi ukuran di sisi Allah s.w.t. Kekayaan merupakan fitnah yang boleh menjerumuskan manusia ke dalam neraka, jika tidak digunakan sebaik-baiknya. Oleh itu, nabi s.a.w. memilih untuk hidup miskin tetapi mulia di dunia ini. Ini dapat kita lihat bagaimana Nabi s.a.w. meninggalkan dunia ini, tanpa meninggalkan sesuatu kekayaan dunia kepada sesiapa, sekalipun untuk anak dan isterinya.


Demikanlah, saudara-saudara sekalian kesederhanaan hidup yang dipilih baginda s.a.w. Pilihan baginda untuk hidup sedemikian tidak pula mebawa kepada kemunduran Islam dan kesengsaraan keluarga serta masyarakat pada ketika itu. Bahkan sebaliknya menjadi faktor tarikan kepada risalah yang dibawanya dan Kejayaan Islam pada ketika itu.

Namun, bagaimana pula dalam konteks kehidupan kita dan umat Islam pada hari ini? Jika kemiskinan yang kita pilih, apakah kesanya pada diri kita, keluarga, masyarakat, negara dan umat keseluruhannya?

Di sinilah letaknya keperluan untuk memahami sunnah secara seimbang dan menyeluruh. Bahkan Rasulullah s.a.w pernah bersabda di dalam hadisnya yang diriwayatkanoleh Imam Muslim:

Bermaksud: Sesungguhnya Allah mengasihi hambaNya yang bertaqwa, kaya tetapi merendah diri.

Bahkan Rasulullah s.a.w juga yang menggalakkan sahabat-sahabatnya untuk berniaga dengan sabdanya yang bermaksud 90% kekayaan adalah dari sumber perniagaan.

Sidang Jumaat yang di Rahmati Allah,

Begitulah peranan yang boleh kita mainkan dalam memahami sirah Nabi besar kita serta menghayatinya dalam kehidupan dan menambah kecintaan kita kepada Nabi besar Muhammad s.a.w.

Mencintai Rasullulah s.a.w bukan dengan angan-angan kosong. Kita tidak mampu lagi mengagongkan nabi dengan hanya mengadakan majlis-majlis maulidur rasul dan berhenti setakat itu. Atau sekadar mengumpulkan orang ramai dan menceritakan kejayaan-kejayaan yang telah dicapai oleh baginda s.a.w. dan sahabatnya. Sementara kita tetap kekal di takok yang lama dan keadaan yang serba lemah dari segi ilmu pengetahuan, ekonomi dan sosial.

Kita perlu mempunyai matlamat jelas mencontohi Rasul dalam mempelajari sirah. Jika tidak, kita akan tersasar dan sirah tidak akan memberi kesan dalam kehidupan.

Demikianlah tanggungjawab kita terhadap sirah nabi Muhammad s.a.w. dengan memahaminya melepasi batasan sejarah Kita perlu mempertahankannya dengan rasa yakin diri serta mempelajari dan mengamalkan sunnah nabi dengan ilmu pengetahuan yang jelas tanpa merasa hina dan rendah diri.


P/S: Dipetik dari salah satu koleksi khutbah Jumaat

Read more!

Perkara pelik yang dijumpai di Masjid

Perkara² yang dipaparkan dalam post ni dilaporkan benar² terjadi di sebuah masjid yang tidak diketahui lokasinya... Kesahihannya wallahu 'alam...


Cerita Pertama


Diceritakan seorang hamba Allah yang seringkali pergi ke masjid tetapi malangnya setiap kali pulang didapati sepatunya telah hilang dicuri orang. Kejadian ini amat merunsingkan Tok Imam setelah hamba Allah tersebut melaporkan kejadian ini kepadanya. Telah puas di fikirkan caranya untuk mengelakkan kes² kecurian seperti ini daripada terjadi di masjid yang mulia itu, tetapi tiada solusi yang dapat mengekangnya. Akhirnya Tok Imam mencadangkan idea berikut. (Petua ini boleh diamalkan jika sepatu anda sering hilang dimasjid).




Cerita Kedua

SpongeBob adalah watak popular dalam salah satu cartoon SpongeBob SquarePants, dan masing² dari kita tahu ianya hanyalah dogengan dan ciptaan. Tetapi kejadian seorang ahli kariah masjid menjumpai SpongeBob di sebuah masjid adalah cerita benar. Bersama dengan ini disertakan gambar sebagai bukti setelah riuh kedengaran seantero dunia hal yang menggemparkan ini. Buat peminat² SpongeBob SquarePants percayalah SpongeBob sememangnya wujud cuma dia tiadalah memakai SquarePants =)



Read more!

Perlembagaan Malaysia dan Perlembagaan Islam : Suatu Perbandingan

OLEH SYED IBRAHIM SYED ADBUL RAHMAN

Mengikut pencapaian ilmu sekarang, setiap yang diakui sebagai sebuah negara yang diwujudkan tidak lengkap kalau tidak mempunyai perlembagaannya sendiri samada bertulis atau tidak.
Perlembagaan adalah perlu samada ianya Islam atau tidak. Dengan perlembagaan boleh diketahui dan ditentukan peraturan hidup, hak-hak warganegara, system kehakiman, kuasa kerajaan. Badan Penggubal Undang-Undang dan berbagai-bagai lagi. Sekurang-kurangnya Perlembagaan akan mengandungi ciri asas dan bingkai pemerintahan dan kuasa-kuasa diwujudkan diperuntukan dan dilindungi.

Perlembagaan Malaysia sememangnya tersedia dan sudah terpakai sekian lama. Ia mengandungi ciri asas dan bingkai pemerintahan beserta dengan kuasa-kuasa yang terdapat di dalamnya. Ia memnuhi kehendak ukuran moden dan bersesuaian dengan system demokrasi yang diamalkan. Walaupun dari beberapa sudut ianya boleh dikritik dan perbahasan mengenainya akan berterusan.

Tetapi perlembagaan Islam pada zaman sekarang masih belum ada satu contoh yang sedang terlaksana. Selain daripada huraiannya sebagai konsep sahaja, belum ada ijmak mengenai sesuatu Perlembagaan yang terlaksana di negara-negara umat Islam.

Walaupun begitu ciri-ciri Perlembagaan Islam itu mungkin terdapat pada satu-satu Perlembagaan di negara-negara umat Islam sekarang dan mungkin berbeza cirri-ciri tersebut di antara satu sama lain.

Di Malaysia sekarang nampaknya bukan isu lagi samada perlembagaan Islam atau tidak, tetapi penekanan telah berubah kepada samada Malaysia adalah sebuah negara Islam ataupun tidak. Ia telah dijadikan isu yang dipertikaikan dari sudut politik.


Biasanya dalam system demokrasi, isu politik ditenangkan atau dimantapkan melalui menggubal undang-undang mengenai isu tersebut. Selepas itu dia tidak akan menjadi isu politik lagi.

Tetapi sekarang, isu Perlembagaan Malaysia, samada Islam atau tidak, bukan lagi menjadi isu, tetapi ditekankan bahawa Malaysia adalah negara Islam.

Dengan meletakkan Islam sebagai agama Persekutuan dan agama Negeri, diterima sebagai asas akademik dan juga politik iaitu pencapaian persefahaman yang paling minima yang boleh diterima pakai oleh warganegera berbilang kaum.

Oleh itu selebihnya memerlukan pengisian dan inilah hujah yang sekarang diketengahkan untuk menyakinkan masyarakat umum yang berbilang kaum.

Kita tidak boleh melabelkan Perlembagaan Malaysia sebagai tidak Islam dengan hanya menuduh secara rambang kerana hujah yang perlu dikemukakan hendaklah bersesuaian dengan tahap pencapaian ilmu perundangan sekarang dan perkara yang ditimbulkan hendaklah menunjukkna perbezaan nyata pada perkara pokok atau asas-asasnya.

Dari satu segi yang paling asas, kita boleh bercakap fasal sumber undang-undang. Perlembagaan Islam meletakkan sumber undang-undang ialah Al-Quran dan As-Sunnah, tetapi Perlembagaan Malaysia meletekkan undang-undang tertinggi ialah Perlembagaan tersebut (Perkara 4 (1).

Mengikut amalannya, sebarang pertikaian undang-undang Perlembagaan, mahkamah akan mencari duluan (precedent) dimana-mana negara yang menggunakan common law Inggeris untuk membantu membuat sesuatu keputusan.

Dengan meletakkan bingkai persekitaran seperti yang dinyatakan di atas sahaja telah dengan sendirinya mengenepikan sumber asas Islam dan dengan itu prinsip dan amalan merujuk kepada khazanah ilmu Islam terus terpinggir.

Ini bererti prinsip dan amalan merujuk kepada khazanah Islam telah dikeluarkan daripada gelanggang.

Tidak berupaya hakim berugama Islam untuk merujuk kepada khazanah ilmu Islam dan dengan itu terpaksa akur dengan tafsiran Islam dalam Perlembagaan iaitu menyentuh dan berkaitan dengan adat istiadat rasmi dalam bingkai persekutuan.

Tafsiran ini sememangnya sesuai dengan sikap sekularisma yang diresmikan iaitu dalam kontek sejarah perlembagaan agama Kristian di negara-negara Barat. Islam ditafsirkan dalam kontek pengertian agama yang mereka fahami.

Di antara memilih pengertian agama dan Islam, lebih baik kita memilih pengertian Islam yang sebenar dan dengan itu boleh menghapuskan pengertian resmi Islam dalam Perlembagaan Malaysia.

Ini hanya boleh dibuat jika kita merasakan bahawa pengertian Islam dalam Perlembagaan aalah satu bidaah besar dan penghalang kepada seruan dakwah.

Sepatutnya ini menjadi satu cabaran utama jika kita sebenar kenal halangan yang kita mampu atasi sekarang.

Apa yang dimaksudkan ialah tidak hanya menerangkan dan berdakwah mengenai pengertian Islam sebenar diluar gelanggang, tetapi memasukkan Islam dengan pengertiannya yang lengkap dalam gelanggang.

Ini boleh dibuat melalui pindaan perlembagaan Negeri dengan memasukkan definisi Islam dalam Perlembagaan Negeri.

Kelantan dan Terengganu mampu membuat pindaan tersebut. Usaha seperti ini boleh merapatkan semula jurang pemahaman di kalangan umat Islam mengenai agama yang sebilangan besar daripada mereka adalah menjadi pegawai-pegawai Kerajaan, Hakim dan Pentadbir negara. Mereka boleh berhujah semula dengan bersandarkan Undang-undang negara/negeri.

Persoalan kedua ialah Majlis Syura. Ada pandangan yang menyokong bahawa Parlimen dalam bentuk system demokrasi sekarang boleh dianggap sebagai Syura. Tetapi dalam kontek Perlembagaan Islam, Majlis Syura adalah dianggotai oleh bilangan yang lebih kecil dianggap mereka yang layak dari segi peribadi, berilmu, wibawa dan taqwa.

Jika Majlis Syura ini diwujudkan, ianya adalah lebih tinggi tarafnya daripada Parlimen dan boleh menegur untuk pinda sebarang undang-undang yang diluluskan oleh Parlimen dan kuasa ini mengikut kaedah sekarang adalah sebahagian daripada kuasa kehakiman.

Dalam kontek Islam Majlis Syura berperanan sebahagian daripada peranan eksekutif iaitu pembuat dasar dan sebahagian lagi berperanan sebagai peranan kehakiman iaitu mengawasi undang-undang yang dibuat oleh Parlimen.

Contoh yang dilaksanakan sekarang boleh dibuat seperti di Iran. Tetapi di sana kuasa tersebut tidak diletakkan pada suatu majlis, tetapi pada Wilayatul Faqih yang dibantu oleh jawatankuasanya tersendiri.

Jawatankuasa ini tidak mempunya protokol seperti dalam system demokrasi sekarang kerana ianya bukan sebagai organ kerajaan.

Perkara ketiga ialah Al-adi (justice). Persoalan keadilan menyentuh dua aspek tertentu.

Pertama mengenai keadilan mengikut undang-undang dan kedua ialah keadilan pemerintahan secara menyeluruh iaitu termasuk keadilan sosial dan ekonomi.

Keadilan mengikut undang-undang menekan prinsip kesamarataan iaitu tidak ada pilih kasih atau latar belakang seseorang tidak menjadi perkiraan dari segi pendedahan kepada perlaksanaan tindakan undang-undang.

Adil dalam pemerintahan mengikut kacamata Islam memerlukan sedikit huraian. Doktrin komunisme menyanggah sistem sosial demokratik kapitalis bertujuan untuk mengujudkan keadilan sosial.

Almarhum Syed Qutb banyak menulis secara kritis mengenai sistem sosial demokratik kapitalis dan sistem komunis.

Tetapi beliau tidak menganjurkan dengan jelas bagaimana struktur kerajaan perlu diubah untuk membentuk dan mengiktiraf manusia yang berperibadi tinggi mengenai keperihatinan insaniyahnya.

Perlembagaan Malaysia membentuk tiga organ pemerintahan iaitu badan eksekutif, badan kehakiman dan badan pembuat undang-undang (parlimen).

Strukturnya pula melibatkan dua sektor iaitu sektor awam dan sektor swasta. Dalam kontek Islam juga selain daripada dua sektor tersebut strukturnya mempunyai satu lagi sektor iaitu sektor ijtimae.

Sumber ijtimae berdasarkan kepada sunnah Rasulullah (s.a.w) dan Khulaffah Arrashidin. Maksud Firman Allah :

"Dan sesungguhnya engkau adalah mempunyai akhlak yang termulia (Al-Qalam 4)."

Di zaman moden ini keseluruhan tumpuan pemikiran dan pembangunan ilmu adalah bertujuan untuk memaksimakan hasil berupa matabenda.

Organisasi dan struktur negara adalah juga untuk mencapai setinggi pembangunan fisikal dan mental tetapi tidak spiritual atau rohani.

Dengan itu diwujudkan pasaran untuk menampung keperluan manusia yang hari demi hari bertambah dengan berlipat ganda.

Organisasi pasaran akan menawarkan nilai tertentu dan bidang perniagaan akan kalut untuk menyediakan keperluan untuk perbekalan kepada permintaan tersebut.

Tenaga-tenaga petugas samada sebagai pentadbir ataut pengurus adalah sama-sama mengejar upah atau keuntungan yang senantiasa tidak boleh memberi kepuasan.

Taraf kehidupan akan meningkat dengan meningkatnya sara hidup serta meningkatnya juga kebanggaan diri dan status dalam masyarakat.

Jika didorong oleh perasaan tamak dan haloba sedikit demi sedikit akan terjerumus dan terperangkap dalam sifat individualistik.

Kebebasan begini yang memencilkan, yang dipertahankan oleh system sekarang bukannya sifat meriah masyarakat dan bersama-sama mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan peribadi.

Sumber utama untuk membetulkan semula kepincangan yang sedang berlaku sekarang dan telah menjadi satu trend, ialah merujuk semula kepada sikap Rasulullah (s.a.w) terhadap matabenda. Sikap tersebut adalah akhlak seperti dimaksudkan di dalam ayat di atas.

Dari sudut ini ada dua perkara penting yang perlu difahami.Pertama, perncapaian dan keberhasilan matabenda bukan menjadi objektif utama dan keduanya tidak dipengaruhi oleh perasaan megah atau bermewah dengan keberhasilan matabenda (seperti ghanimah).

Pada hari ini ramai orang di kalangan rakyat yang berasa lebih puas dengan hasil kerja (job satisfaction) yang mereka berikan daripada semata-mata diukur dengan sara pendapatan.

Ini berlaku di kalangan professional, ahli-ahli sains pakar dan juga pentadbir dan pengurus.

Ganjaran yang mereka dapat cukup untuk menampung keperluan hidup berkeluarga, selainnya mereka mengharapkan pengiktirafan.

Kalau kita mengambil kehidupan Rasulullah (s.a.w) dan Khulaffah Arrashidin sebagai contoh yang paling ekstrim, ia boleh dijadikan sebagai ukuran akhlak standard terhadap kemampuan menguasai metabenda tetapi menjalani hidup yang bertenaga dengan kemampuan tersebut.

Satu pemaparan yang agak aneh sekarang tetapi inilah akhlak Islam dan ini juga menjadi sumber dan lambang kepada punca keadilan sosial yang hendak dibina di abad ini dan akan datang.

Sumbangan khidmat dari pengorbanan yang diberikan tidak mengharapkan habuan matabenda atau nilai pasaran tetapi semata-mata kerana Allah.

Kita tahu bahawa sebahagian besar daripada masyarakat sememangnya bergantung kepada keperihatinan belas kasihan daripada segolongan besar juga daripada golongan masyarakat.

Tetapi keadaan sebenar seperti ini tidak diambil hal oleh system yang berkuasa sekarang kerana penekanannya kepada system nilai matabenda.

Dengan itu segala sifat keperihatinan belas kasihan sesama manusia tidak diambil kira.

Dengan erti kata lain system demokratik kapitalis tidak mengiktiraf dan memberi ganjaran sewajarnya kepada sumbangan khidmat sukarela dalam struktur pemerintahan.

Oleh itu keadilan dalam pemerintahan sudah tentu tidak dapat dijalankan dengan sempurna.

Mereka yang mempunyai sifat tamak haloba, berkepentingan diri dan pandai gelecek akan cepat jadi kaya dan dengan kekayaan boleh mendapat kedudukan dan pengiktirafan.

Harta kekayaan juga akan berkisar di kalangan yang berpunya.

Perlembagaan Islam akan memasukkan sektor ijtimae sebagai salah satu daripada sektor teratas daripada dua sektor lain.

Ini bertujuan untuk memberi pengiktirafan secara tertentu bagi menggalakkan lagi golongan masyarakat masyarakat yang bekerja untuk kepentingan masyarakat daripada kepentingan diri.

Mereka tersebut boleh bergiat di dalam kedua sektor lain seperti sebagai pentadbir atau pengurus atau sebagai ahli perniagaan tetapi senantiasa mendahulukan kepentingan masyarakat dan kerjaan membantu mereka untuk berjaya.

Mereka juga akan diberikan penghargaan dan protokol tertentu sebagai sanjungan kepada khidmat bakti dan pengorbanan mereka.

Dengan cara ini sahaja masalah kepincangan sistem sosial yang berlaku sekarang dapat diatasi kerana dari satu aspek penting sememangnya syistem tidak dapat menentukan kejayaan, tetapi yang boleh menentukan kejayaannya ialah kewibawaan manusia sendiri dan dengan itu berlakunya keadilan sosial akan lebih terjamin.

Dari satu sudut lain, sistem nilai yang berlaku sekarang akan berubah kepada lebih prihatin dan sebenarnya penyayang.

Perkara keempat ialah kebebasan beragama. Di antara perkara penting di dalam Perlembagaan Madinah ialah memantapkan hak-hak beragama kepada orang-orang bukan Islam.

Walaupun Perlembagaan Malaysia meletakkan Islam sebagai agama Persekutuan ianya bersyarat iaitu agama-agama lain bebas untuk diamalkan {Perkara 3 (i)}.

Di dalam Islam hak dan kebebasan beragama adalah dijamin malah sememangnya ada persamaan, tetapi jaminan itu menjadi lebih kukuh kerana ianya dihubungkait dengan aqidah seorang Muslim dan dengan itu menjadi tanggungjawab negara Islam untuk menjaga kebebasan tersebut.

Perkara kelima ialah sistem demokrasi. Ada beberapa lagi aspek yang perlu disentuh untuk menunjukkan perbezaan di antara Perlembagaan Malaysia dan Perlembagaan Islam tetapi yang pentingnya adakah system demokrasi dalam Perlembagaan Islam?

Persoalan masih belum diselesaikan secara ilmiah. Sistem demokrasi telahpun diterima dan setakat ini tidak aka kritikan jelas oleh para ulamak yang mungkin menyakinkan kita bahawa sistem pengundian ini tidak bertentangan dengan Islam.

Oleh itu kalau Islam menerima sistem demokrasi dan Islam juga menjamin hak beragama kepada yang bukan Islam, perbezaan hanya tinggal pada kandungan kepada sebahagian daripada undang-undang hak, kebebasan wanita yang dilihat daripada kacamata berbeza dan system ekonomi.

Rumusan

Berdasarkan kepada kajian-kajian seperti di atas, untuk mengubah sumber rujukan perundangan kepada Al-Quran dan As-Sunnah, mengwujudkan Majlis Syura adalah satu perkara yang memerlukan pindaan kepada Perlembagaan Malaysia yang mana proses tersebut memerlukan pengundian dua pertiga ahli Parlimen.

Jika perubahan tersebut dibuat pada peringkat Perlembagaan Negeri, ini sudah tentu bercanggah dengan peruntukan Artikel 4(i) Perlembagaan Persekutuan dan akan mengundang padah kerana Perlembagaan Negeri berkenaan boleh digantung.

Oleh itu dicadangkan langkah pertama ialah membetulkan persepsi Islam dalam perlembagaan Negeri dulu dan ini tidak ada alasan bagi Kerajaan Pusat untuk mencampurtangan dan dari segi politiknya akan memberi jarak politik yang baik kepada parti Islam.

Jika parti Islam mampu pula berkuasa di peringkat pusat tetapi tidak dua pertiga majority, kaedah yang sama boleh digunakan untuk menguatkuasakan pengertian Islam melalui Undang-Undang Tafsiran. Pindaan kepada Undang-undang Tafsiran boleh dibuat melalui majority biasa.

Walaupun ianya bukan undang-undang perlembagaan, tetapi ianya adalah undang-undang juga.

Cadangan ini tidak langsung menyentuh hak dan kebebasan orang-orang bukan Islam seperti yang sedia terjamin dalam perlembagaan sekarang.
Read more!

Pantun Politik...

Untuk Semua Rakyat

Kalau hendak memilih kain
Pilih kain bertapak catur
Kalau hendak memilih pemimpin
Pilihlah pemimpin berakhlak jujur
-----------------------------------

Untuk Rafidah

Masak durian tercium bau
Isinya sedap rasanya manis
Hendak meminta terasa malu
Didalam gelap aku menangis
-----------------------------------

Untuk Samy & Khir

Berani hanya di dalam kandang
Bila keluar tak tengok orang
Cakap besar mulut temberang
Kemana pergi dimusuhi orang
-----------------------------------



Untuk Azmi & Mahzir

Badak tenuk namanya hewan
Hidup selalu didalam hutan
Hendak menjenguk terasa segan
Diangin lalu kukirimkan pesan
-----------------------------------

Untuk Shahidan

Orang bersampan awak bersampan
Siapa belayar siapa berenang
Orang jantan awak pun jantan
Siapa yang benar dialah yang menang
-------------------------------------

Untuk Pak Lah

Daripada ke hulu perahu bergalah
Eloklah berhenti memasang panah
Daripada malu mengaku kalah
Biarlah mati dikandung tanah
-----------------------------------

Untuk Nik Aziz

Biar orang menebar pukat
Kita menebar jala berbungkal
Biarlah orang mengejar pangkat
Kita mengejar kerja yang halal
-----------------------------------

Untuk Lim GE & Koh Tsu Koon

Kalau orang pasang pelita
Kita suluh dalam peti
Kalau orang kemaruk harta
Kita kemaruk budi pekerti
-----------------------------------

Untuk Mashitah & Firdaus

Lidahnya bercabang hatipun busuk
Pendirianya goyah akalnya suntuk
Halal dan haram ia mengangguk
Akhirnya badan mati terkutuk
------------------------------------

Untuk Haji Hadi & Mat Sabu

Kita tidak mencari suluh
Suluh datang diberi api
Kita tidak mencari musuh
Musuh datang kita nanti
-----------------------------------

Untuk Beruk jika ada..

Sejak belatuk pergi kahwin
Siang malam bayan meradang
Sejak beruk jadi pemimpin
Halal haram dimakan orang
------------------------------------

Untuk Ku Li & Anwar

Ujian pertama calun pemimpin
Dalam keluarga sanak dan famili
Bila lurus teruslah main
Jika gagal lubang digali
------------------------------------

Untuk Mahathir

Jantan hanya setakad bibir
Kalau bercakap bagaikan petir
Bersua lawan ketiak berlendir
Akhirnya mati tercampak ke air
------------------------------------



P/S: Pantun² ini dipetik dari Penyokong K-J (Kerajaan Jujur dan bukannya beruk Khairi Jamaluddin)
Read more!

Benarkah kita mencintai dan menjadikan Nabi s.a.w sebagai ikutan?

Ustaz Zainudin Hashim

Pertama kali diucapkan selamat menyambut hari kelahiran baginda Rasulullah s.a.w kepada semua kaum muslimin dan muslimat, semoga sambutan kali ini memberi nafas baru kepada kita untuk menjadikan segenap ajaran baginda inspirasi menuju kecemerlangan hakiki.


Namun apa yang perlu diutarakan kepada sidang pembaca setia harakahdaily.net, ialah satu persoalan yang mungkin tidak terlintas dalam pemikiran kita semua, berhubung kebenaran kecintaan dan ikutan kita terhadap baginda Rasulullah s.a.w

Isu perarakan yang dilakukan pada awal pagi 12 Rabiulawal saban tahun seolah-olah menggambarkan bahawa rakyat Malaysia yang beragama Islam menunjukkan kesungguhan mereka untuk mencintai Rasulullah, tetapi apakah benar mereka mencintai Rasulullah setelah selesai melakukan perarakan?.


Sesungguhnya kecintaan terhadap Rasulullah tidak terhenti pada majlis perarakan, kalau itu yang berlaku, ia bermakna tidak ada perbezaan dengan tindakan Abu Lahab (Pak Cik Nabi) setelah mengetahui bahawa Rasulullah diputerakan, lantas beliau mendakap jasad baginda yang mulia dan membawanya mengelilingi Kaabah sebanyak tujuh kali pusingan (serupa amalan tawaf mengelilingi Kaabah). Image


Tetapi apa yang terjadi kepada Abu Lahab setelah baginda meningkat dewasa dan dilantik pula menjadi Rasul terakhir, beliaulah orang yang paling keras menentang kebenaran yang dibawa oleh anak saudaranya sendiri.


Inilah yang terjadi kepada kebanyakan umat Islam dalam negara kita, pada waktu pagi berarak, dan di waktu petang hari melakukan tindakan yang menentang Islam dengan penganjuran program maksiat seperti membenarkan konsert Akademi Fantasia 6 disiarkan menerusi Astro dua hari selepas berarak (22 Mac 2008).


Tidakkah golongan seperti ini perlu memerhatikan ayat Allah menerusi surah Ali Imran ayat 31 yang bermaksud: Katakanlah Wahai Muhammad (kepada umatmu) Jika kamu cintakan Allah, maka ikutlah aku, pasti Allah cinta kepada kamu.


Dalam ayat 21 surah al-Ahzab, Allah menegaskan bahawa: Sesungguhnya bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh teladan ikutan yang baik. Sementara dalam ayat 8 surah as-Soff maksudnya: Dialah (Allah) mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dengannya dapat mengalahkan agama seluruhnya walaupun tindakan baginda itu tidak disukai oleh golongan orang-orang musyrikin.


Apabila kita merujuk kepada ketiga-tiga ayat di atas, yang menganjurkan kepada kita agar mencintai baginda, menjadikan baginda contoh teladan, membawa petunjuk ke jalan kebenaran, dan banyak lagi, tetapi adakah kita telah mengikut saranan ayat-ayat di atas.


Umat hari ini selepas berarak, mereka membenci sunnah-sunnah Nabi, sebagai contoh melantik para pemimpin yang tidak menjalankan hukum-hukum Allah sampai hari ini walaupun negara sudah merdeka lebih lima puluh tahun.


Mereka juga tidak menjadikan baginda Rasulullah s.a.w sebagai contoh dalam segenap aspek kehidupan sebagai muslim, ini termasuk dalam aspek pentadbiran negara, institusi kewangan, kemasyarakatan, persekitaran dan lain-lain, semuanya diikat dengan sistem Sekularisme, Kapitalisme dan lain-lain.


Malah mereka juga tidak yakin bahawa agama Islam adalah agama yang betul dengan prinsip rukunnya yang lima, hingga mencipta satu agama baru "Islam Hadhari" dengan prinsip yang sepuluh dengan pelbagai alasan.


Dalam Islam, perkataan Islam dan Iman tidak boleh dipisahkan bagaikan aur dengan tebing, jadi kalau ada Islam Hadhari, mestilah juga ada istilah Iman Hadhari, Islam Hadhari diterjemahkan dengan Islam yang bertamadun, ini menunjukkan ada lagi istilah Islam yang tidak bertamadun.


Inilah yang dikatakan bahawa kalau tidak mahu terima Islam sebenar, itu adalah haknya untuk menolak, tetapi jangan sampai mengajak orang ramai (rakyat) menentangnya juga.


Ingatlah apa yang pernah diungkapkan oleh Saidina Omar Bin al-Khattab: "Dulu kami adalah golongan yang hina kerana menolak Islam, kemudian Allah muliakan kami dengan Islam, tetapi apabila jika kami mencari kemuliaan selain daripada Islam, pasti Allah akan timpakan penghinaan atas diri kami". - mns

Read more!